Matangkan Kajian Akademik, Ditjen PP Gelar FGD Hybrid Terkait RUU Kewarganegaraan

Baca Juga

 


Denpasar – Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD) Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pada Kamis, (27/11) di Prime Plaza Hotel Sanur. Kegiatan ini bertujuan menghimpun masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait dinamika kewarganegaraan yang semakin beragam.


Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan yang diwakili oleh Direktur Perencanaan Peraturan Perundang-undangan, Aisyah Lailiyah, menyampaikan bahwa RUU Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 telah masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2026. Ia menegaskan bahwa forum ini menjadi langkah penting untuk memperkuat landasan akademik sebelum proses legislasi berjalan. “RUU ini kita siapkan untuk menjawab berbagai perkembangan kewarganegaraan saat ini, termasuk isu diaspora, mobilitas global, dan kebutuhan perlindungan hukum bagi WNI di berbagai negara,” ujarnya. 


Aisyah menambahkan bahwa negara berkewajiban memberikan kepastian status kewarganegaraan bagi seluruh warga negara. “Kewarganegaraan adalah hak dasar. Negara harus hadir memberikan perlindungan dan pengakuan yang jelas bagi semua WNI, baik di dalam maupun di luar negeri,” tegasnya.


Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bali yang diwakili oleh Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Mustiqo Vitra Ardhiansyah, menyampaikan apresiasi atas pelaksanaan FGD ini. Ia menilai forum tersebut sangat penting dalam merumuskan arah kebijakan kewarganegaraan yang lebih tepat sasaran. 


“Kita menghadapi dinamika global yang sangat cepat. Isu diaspora, administrasi kewarganegaraan, hingga integrasi data lintas sektor harus ditangani melalui regulasi yang lebih adaptif dan menyeluruh,” ungkapnya. Mustiqo berharap diskusi yang berlangsung dapat memberikan wawasan baru serta menghasilkan gagasan strategis yang memperkuat substansi RUU.


Sementara itu, Kepala Subdirektorat Penyelarasan Naskah Akademik Ditjen PP, Tri Wahyuningsih, dalam laporannya menjelaskan bahwa pelibatan publik menjadi bagian penting dalam proses kajian akademik. Ia menekankan bahwa kontribusi akademisi, pemerintah daerah, perwakilan masyarakat, hingga diaspora sangat dibutuhkan. 


“Masukan dari berbagai pihak akan memperkaya substansi naskah akademik. Kami membuka ruang seluas-luasnya agar RUU ini benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.


FGD berlangsung secara hybrid dengan menghadirkan sejumlah narasumber dari kalangan akademisi. Hadir Yu Un Opposunggu dari Universitas Indonesia, Edward Lamury Hadjon dari Universitas Udayana, serta Bilal Dewansyah dari Universitas Padjadjaran. Ketiga narasumber menyampaikan pandangan akademik terkait kebutuhan pembaruan regulasi kewarganegaraan serta isu-isu strategis yang perlu diperhatikan dalam proses perumusan RUU. (*)

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama